Wednesday, August 25, 2010

Carut Marut Transportasi (Januari 2008)

Ahh dari judulnya saja sudah ga enak didengar bukan? tapi ini bukan mengenai tragedi kecelakaan yang menimpa keseluruhan aspek sarana transportasi di negeri ini yang diulas di banyak media cetak maupun elektronik, melainkan pengalaman pribadi yang penulis alami dan mungkin juga banyak menimpa teman-teman kita yang mempunyai kepadatan jadwal berkeliling daerah.

Sedikit pengalaman penulis waktu perjalanan round-trip "bahasa ndesonya pulang-pergi" pada waktu off pekerjaan dari kabupaten kecil dengan omset alam dan minyak bumi yang sangat menggiurkan di sebelah bawah bagian kepala burung Papua Barat, lebih spesifik mungkin teman-teman masih asing dengan nama Kaputaten Teluk Bintuni yang baru dua tahun menjadi kabupaten baru. Biaya hidup bisa dikatakan sangat tinggi serta perputaran uang sangat cepat untuk skala daerah yang baru saja mendapatkan bonus pemekaran dari pemerintah Indonesia.

Kalau kapan-kapan mampir ke sorong atau Manokwari dan menanyakan mengenai Bintuni jangan kaget kalo para tukang ojek atau siapapun yang kita temui bilang "wah Bintuni itu tempat uang tho mas" ah ada-ada saja mereka, sembari menjawab saya juga hanya kerja ngojek di bintuni ketika ditanya pekerjaan penulis.

Cerita berawal ketika hari ke-5 bulan Desember, untuk antisipasi padatnya transportasi pada waktu natal dan tahun baru saya pulang lebih awal karena di daerah timur perayaan akhir tahun merupakan hari libur yang sangat panjang (konon hingga minimal dua minggu). Dari pertama pembayaran tiket pesawat kecil Twinotter dengan kapasitas 15 penumpang. Kejanggalan pertama muncul setelah penulis harus merogoh 200ribu lebih banyak dari biasa untuk mendapatkan tiket penerbangan 80 menit ke Manokwari (900ribu waktu itu) sembari membayar juga tiket penerbangan ke Yogyakarta dengan rute transit ke Makassar saya diberi coretan catatan dengan pesan “nanti tiket ke Jogja-nya diambil ke petugas di bandara Rendani Manokwari ya mas”. Hanya ada satu agen tunggal untuk satu maskapai penerbangan pemerintah di ibukota Kabupaten Bintuni (biasa keturunan ras kuning he he), ternyata memang monopoli ada di mana-mana kata penulis dalam hati, bahkan kabar yang beredar ada perusahaan maskapai swasta yang ingin masuk dilarang oleh Dephub pemerintah setempat.

Check in jam 6.30 pagi, penerbangan molor sampai jam 9.00 WIT, molor dari jadwal semula jam 7.00 WIT, jadilah saya ngelantung sendirian di bandara ditemani kinang orang-orang setempat, di Bintuni atau Papua umumnya tua, muda laki-laki dan perempuan rata-rata mempunyai hobi mengunyah kinang seperti orang-orang jawa tua zaman dahulu.

Satu jam dua puluh menit setelah take out dari Bandara Bintuni (NTI) tibalah saya di bandara Rendani Manokwari (MNK). Lagi-lagi kerumitan terjadi di bandara Ibukota Propinsi Papua Barat ini, setelah saya serahkan surat sakti coretan agen bintuni petugas bandara masih sibuk mencarikan seat untuk penerbangan lanjutan ke Makassar (UJP) dengan rute transit di Sorong (SOQ), padahal penerbangan Rendani-Hasanuddin sudah tertunda satu jam dari jadwal penerbangan semula. Bisa dibayangkan ketika penulis panik karena harus berlari pontang-panting menuju antrian check in untuk mengejar pesawat Boeing 737 milik Merpati Nusantara karena 5 menit sebelum take off baru dapat dipastikan saya bisa ikut terbang.

Semoga tidak terjadi pada jemaah haji yang rata-rata sudah berusia lanjut doa penulis dalam hati sambil mengeratkan seatbelt dan menikwati wajah elok pramugari yang memeragakan regulasi safety penerbangan dengan mengguman sebenarnya masih ada aturan yang dijalankan oleh perusahaan indonesia.

Dua jam perjalanan ke Makassar saya habiskan untuk membaca Archipilago “majalah bulanan khusus yang diterbitkan oleh maskapai” dan menikmati pemandangan awan tropis karena kebetulan tempat duduk saya di dekat jendela.

Mendarat di Airport Hassanuddin Makassar jam 3.05 WITA saya menikmati 2 batang rokok sembari menanti jadwal keberangkatan penerbangan jam 4.00 dan mengamati orang-orang yang berjubel mengambil bagasi, teringat acara televisi yang mengabarkan Roy Suryo (pakar multimedia indonesia) yang kehilangan barang bagasi yang melibatkan oknum dalam.

Ehhh lagi-lagi nomor penerbangan MZ 754 yang merupakan pesawat yang akan mengantar penulis ke tertulis DELAYED di announcement board selama dua kali dan penerbanganpun tertunda 3 jam lebih dengan ganti rugi ucapan terima permintaan maaf dari awak pesawat, ”untung saya tidak harus menghadiri rapat mafia sehingga hanya kata-kata gondok yang keluar dengan tidak memikirkan untuk menuntut keterlambatan ini ha5 (dasar orang jawa) sambil berpikir untung saja tidak harus menginap menunggu pesawat yang entah didatangkan dari mana.
sampai di Yogyakarta jam menunjukkan pukul 8.15 WIB, perjalanan yang panjang kata saya sambil menikmati bakso sapi di dan teh hangat di bandara Adi Sumarmo (JOG).
Welcome Jogja, selamat datang Klaten, sudah waktunya mengucapkan salam dan sujud untuk bapak-ibu, semoga beliau sehat2 selalu dan senantiasa dalam lindungan-Nya.

No comments: